Sempat aku terfikir, bahwa aku telah menemukan penggantimu, Cahaya Penunjukku.
Dia menarik, meskipun tak semenarik dirimu. Dia menawan, meskipun tak semenawan kamu. Dia menyenangkan, meskipun lagi lagi dia tak semenyenangkan kamu.
Awalnya, aku kira dia akan menjadi penggantimu Cahaya Penunjukku. Tapi seiring berjalannya waktu, nyatanya aku salah. Aku mulai bosan, aku jenuh. Dia tak seperti kamu..
Nyatanya, aku mulai merindukan sosokmu untuk keseribu kalinya. Aku merindukan kamu yang tak pernah membuatku bosan, yang tak pernah membuatku jenuh selama apapun aku harus menunggu. Aku tak menemukan perasaan itu pada siapapun, Cahaya Penunjukku.
Aku tak pernah tau, kenapa bisa jatuh cinta sedalam dan sekuat ini hingga aku tidak bisa melihat laki laki lain. Aku juga tak pernah tau, mengapa sosokmu masih terus melekat dalam ingatan.
Aku merindukan perasaan itu, Cahaya Penunjukku. Tak pernah ada lagi laki laki yang membuat hariku cerah hanya karna mendapat sapaan pagi darinya. Belum ada laki laki yang membuatku tersenyum sepanjang hari hanya karna menerima kecupan dalam bentuk pesan singkat, seperti dirimu. Dan juga tak pernah ada laki laki yang membuatku selalu menantikan kabar seperti yang kamu lakukan dulu.
Karena kamu adalah pengecualian dalam segala hal, Cahaya Penunjukku. Pengecualian dalam setiap hal yang terjadi dalam hidupku.
Aku sendirian, dengan kenangan yang masih menempel dalam sudut-sudut luas otak, seakan membekukan kinerja hati. Aku berharap semua hanya mimpi ketika kamu memutuskan untuk pergi. Sungguh, aku ingin tersadar dari bayang-bayang yang selama ini terlalu sering ku kejar. Sekali lagi, aku masih sendiri. Bermain dengan masa lalu yang sebenarnya tak pernah ingin ku ingat lagi.
Aku hanya ingin kamu tau, tak semua yang baru menjamin kebahagiaan. Dan tak semua yang disebut masalalu, akan menghasilkan air mata. Aku begitu yakin akan hal itu, sampai pada akhirnya aku tau rasanya perpisahan. Aku tau rasanya melepaskan diri dari segala hal yang sebenarnya tak pernah ingin aku tinggalkan. Aku semakin tau, masa lalu setidaknya selalu jadi sebab, kamu yang dulu ku miliki tak lagi bisa ku genggam dalam jemari.
Kita berpisah, tanpa alasan yang jelas. Tanpa diskusi dan interupsi. Iya... Berpisah begitu saja seakan-akam semua hanyalah masalah sepele. Sangat mudah, sampai aku tak benar-benar mengerti, apakah kita memang telah berpisah? Atau dulu sebenarnya kita tak punya ketertarikan apa apa?
Komentar
Posting Komentar